Angin ini, Ayah
Angin ini, Ayah
angin tetap berdesir seperti biasa disini.
Tenang, dengan ritme teratur membawa serta isak tegar dari tanah tanah suci ternoda.
Tenang, merobek lengang ini.
Dan angin tetap berdesir seperti biasa.
Sepoi namun kering. Mengingatkan pada hari hari kita. Hari dimana kau mengajariku arti menjadi muslim, menjadi manusia, menjadi ayah.
Dan angin tetap berdesir seperti biasa.
Ranting mati berjatuhan olehnya. Tak sempat melihat bunga meranum jadi buah.
Aku takut melihatnya.
Dan angin masih tetap berdesir tenang.
Namun rinduku membadai sungguh.
Tenang, dengan ritme teratur membawa serta isak tegar dari tanah tanah suci ternoda.
Tenang, merobek lengang ini.
Dan angin tetap berdesir seperti biasa.
Sepoi namun kering. Mengingatkan pada hari hari kita. Hari dimana kau mengajariku arti menjadi muslim, menjadi manusia, menjadi ayah.
Dan angin tetap berdesir seperti biasa.
Ranting mati berjatuhan olehnya. Tak sempat melihat bunga meranum jadi buah.
Aku takut melihatnya.
Dan angin masih tetap berdesir tenang.
Namun rinduku membadai sungguh.
Pada Sebuah petang berangin sepoi di Kaliurang, Jogja 07 Agustus 2010 jam 18:56
0 komentar:
Posting Komentar